Home / Budaya

Rabu, 10 Agustus 2022 - 13:45 WIB

Mecanang, Kesenian Kluet Aceh Selatan Yang Mulai Hilang Ditelan Zaman

Foto: Penampilan Mecanag di daerah Kluet, Aceh Selatan/Ist.

GUBRIS.COM – Mecanang merupakan sebuah pertunjukan musik tradisional yang dimainkan oleh suku Kluet yang berada di kabupaten Aceh Selatan, dimana pertunjukan itu biasa dimainkan pada saat tradisi pernikahan, sunat rasul dan kegiatan adat lainnya.

Mecanang sendiri merupakan sebuah alat pukul, yang berbentuk gung dan di pukul oleh maksimal 3 ( tiga orang ) pemain. Biasanya yang memukul itu ialah nenek- nenek, wawak-wawak atau pun bibi si pengantin dengan dibarengi syair atau dalam bahasa Kluet disebut hiyuran ( hiburan canda tawa yang di perlihatkan oleh nenek dan wawak si pengantin) sehingga memeriahkan permainan mecanang tersebut.

Kesenian tradisional ini merupakan sarana yang mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Suatu hasil hasrat manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian.

Tradisi mecanang menjadi suatu keindahan yang diciptakan oleh masyarakat kluet itu sendiri untuk mengajak seluruh masyarakat di dalam suatu daerah untuk ikut dalam suatu kemeriahan acara mecanang dalam perayaan suatu kegiatan adat.

Mecanang merupakan suatu alat musik adat yang dimiliki oleh masyarakat Kluet terutama di daerah Kluet Timur dan Kluet Tengah, dan sering juga kita lihat di daerah lain seperti di suku Batak, suku Alas dan juga Bali.

Selain menjadi  alat menghibur  dan sebagai upaya mengakrabkan masyarakat Kluet, mecanang juga mampu menjadi daya tarik untuk mengundang masyarakat ramai untuk menyaksikan pertunjukan tarian dan gendongan yang dibunyikan oleh para nenek, wawak-wawak atau tantenya si pengantin.

Dengan adanya tarian serta syair yang dibuat para pemain mecanang sehingga membuat masyarakat yang menontonnya ikut senang dan berbaur dengan mecanang itu sendiri.

Kesenian yang dihiasi dengan berbagai macam benda ini sangat terkenal pada masanya, mecanang sendiri ialah suatu alat yang diyakini mampu untuk mempersatukan masyarakat di Kluet. Lebih lagi masyarakat Kluet pada masa itu dikenal dengan keramahan dalam bersosialisasi maupun dalam mengerjakan sesuatu mereka selalu bekerjasama dalam mengerjakan sesuatu di dalam kelompok.

Baca Juga  Gelar MuBes, Khairudin Dipercayakan Menjadi Nahkoda Baru Forgemmal Banda Aceh

Tradisi mecanang ini biasa dilakukan pada acara persandingan pengantin laki-laki dengan perempuan yang dilakukan pada siang hari di rumah pengantin laki-laki sedangkan di rumah pengantin perempuan dilakukan pada malam hari yang biasanya dipertunjukan di area belakang rumah atau di dapur, setelah kedua belah mempelai bersanding di pernikahan atau saat tradisi makan si pengantin yang lagi hajatan.

Penyambutan pola permainan mecanang sendiri yaitu dengan menggunakan kata-kata pantun ataupun syair  dan dilengkapi dengan bunyian mecanang yang dilakukan oleh sekumpulan perempuan di belakang rumah ataupun di dapur yang memukul canang tersebut, dan terkadang diiringi dengan candaan oleh tuan rumah, sehingga isi di dalam rumah pun ikut senang serta berbaur dengan pertunjukan mecanang tersebut.

Menurut para tokoh-tokoh yang ada di kluet mengatakan bahwa awal mula mecanang sendiri sudah ada sejak abad ke 17, pada masa itu mecanang sendiri selalu diselenggarakan pada acara adat, ritual pada hari-hari besar keagamaan.

Adapun alat yang digunakan dalam musik mecanang sendiri adalah gong, canang, kardus, toples, dan botol kaca.

Mecanang mempunyai fungsi dan peran penting bagi masyarakat Kluet, pada masa lalu persembahan mecanang sering di tampilkan pada saat penyambutan raja-raja di suku kluet, pada saat panen padi, pengiringan rombongan yang bersilaturahmi ke rumah raja pada saat hari raya, sunatan rasul dan pesta pernikahan.

Pada saat itu mecanang sendiri sering dijadikan sebagai pengumuman sekaligus undangan kepada para masyarakat sekitar yang menyatakan bahwa adanya sebuah acara adat yang menghimbau para warga sekitar untuk ikut dalam pesta adat tersebut.

Baca Juga  SilaturaHMI

Salah seorang masyarakat kluet, bapak Muaiyan berkata ” Mecanang bukan hanya sebagai bahan hiburan, tetapi mecanang sendiri adalah sebagai salah satu tradisi untuk mengakrabkan satu kelompok dengan kelompok lainnya” katanya pada kamis ( 02/09/2021) di sela sela kegiatan adata.

Camat Kluet Timur juga pernah mengatakan bahwa “Mecanang sendiri merupakan suatu kesenian tradisional yang unik dan menarik kita nikmati serta ciri khas yang berasal dari kluet yang harus di jaga dengan sepenuh hati dan di perhatikan lebih baik, supaya peninggalan yang unik ini bisa kita nikmati hingga anak cucu kita kelak” katanya pada sabtu (04/09/2021).

Lebih lanjut dia juga menilai bahwa kesenian yang unik Ini seharusnya harus dilestarikan jangan hanya tinggal nama saja untuk anak cucu kita nanti, kalau bukan kita sendiri yang menjaganya siapa lagi

Kesenian mecanang ini adalah sesuatu yang berharga dan harus kita jaga dengan bersama – sama supaya kesenian ini tidak hilang dengan begitu saja oleh pengaruh zaman yang modern ini.

Kita berharap kepada masyarakat agar mecanang dapat terus dijaga dan dilestarikan dan dapat ditampilkan di berbagai event yang diadakan, agar musik ini terus ada dan dikenal.

Mecanang sendiri bukan hanya untuk sebagai hiburan semata tetapi mecanang sendiri didalamnya bermakna untuk menyampaikan pesan moral yang terkait dengan kehidupan sosial dan semoga kesenian tradisional mecanang ini tidak hilang di era globalisasi ini, kesenian yang unik ini patut kita jaga bersama- sama supaya kesenian ini bisa kita nikmati hingga anak cucu kita nanti.

Penulis : Syahrul Amin, Mahasiswa UIN Ar-raniry Prodi Kesejahteraan sosial

Editor: Redaksi gubris.com

Share :

Baca Juga

Budaya

Falsafah Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya