Home / Sastra

Sabtu, 15 Mei 2021 - 07:15 WIB

Seharusnya Aku Padamu

Foto oleh Naziratun Ulfa

***

Hanum tiba-tiba berlari ke arahku yang sedang menyalakan motor di parkiran kampus, bersiap-siap untuk pulang.

“Jon…”

Teriak Hanum dari kejauhan. Ia terus berlari hingga hampir saja terjatuh sebab kaki kanannya tersandung dengan kaki kiri. Tapi beruntungnya ia masih dapat menahan keseimbangan.

“Kenapa sih?”

Tanyaku bingung padanya saat ia sudah berada tepat di dekatku.

“Ada yang mau aku cerita…”

Aku yang sudah memakai helm, kini menatap Hanum dalam-dalam.

“Sekarang… pokoknya sekarang…” lanjut wanita ini.

Padahal aku sedang terburu-buru. Ya memang di rumah tidak ada aktivitas wajib lagi. Tapi rasanya hari ini begitu melelahkan di kampus, jadi aku mau bergegas pulang untuk berbaring santai.

“Yaudah cerita trus sekarang sebelum aku pulang…”

“Ihh, gimana sih. Panjang loh ini ceritanya.” Sahut Hanum.

“Gimana kalo sambil ngopi aja…?” Lanjut wanita itu lagi.

Ya apa boleh buat, kelihatannya memang ada sesuatu yang genting.

“Bolehlah…”

***

Kami akhirnya memutuskan untuk ngopi di Sagoe. Tempatnya lebih mirip dengan cafe. Walaupun tidak begitu luas, tapi cocok untuk duduk santai dengan teman apalagi kalo dengan pacar. Dan sayangnya aku tidak punya…

Tak lama setelah pesanan kami tiba, Hanum memesan sanger espresso, sedangkan aku hot espresso, wanita ini langsung membuka pembahasan,

“Jon, Gilang barusan nembak aku…” Ujar Hanum.

Baru saja tegukan pertama, aku langsung tersedak mendengar apa yang dikatakan oleh gadis ini.

Untungnya orang lain tidak menggubrisku, padahal aku sudah terbatuk-batuk tak karuan. Dan bukan rasa sakitnya, tapi malunya ini yang buatku khawatir. Seakan-akan aku terlihat seperti orang yang baru saja mencoba espresso.

“Serius???” Tanyaku yang sudah agak tenang dari batuk tadi.

Baca Juga  HIMAKOMI UIN Ar-Raniry Gelar Bukber Akbar

Hanum mengangguk pertanyaanku.

Ternyata, selama ini dugaanku benar bahwa Gilang memang menyukai Hanum. Tapi, aku tak mengerti sama sekali kenapa gadis ini mengajakku ngopi hanya untuk mengatakan dia baru saja ditembak oleh Gilang.

“Gimana menurutmu?” Tanya Hanum.

“Apanya?”

“Gilang, dia nyatain perasaan ke aku. Menurut kamu aku harus apa?”

Sekilas aku bertanya-tanya, apa aku ini memang terlihat seperti orang yang pantas untuk memberi masukan kepada Hanum? Tapi gadis ini benar-benar berharap saran dariku.

“Itu sih tergantung kamu. Kalo kamu memang suka sama Gilang, ya terima aja. Tapi kalo gak, ya ditolak.” Ujarku.

Hanum terdiam sejenak, kemudian ia menatapku.

“Aku sih sebetulnya suka, tapi aku belum kenal dia. Maksudku dia itu orang yang kayak apa aku belum tau…”

“Emangnya tadi kamu bilang apa sama Gilang waktu dia ungkapin rasa?”

“Aku bilang perlu waktu untuk balas perasaannya. Gak bisa dalam waktu itu langsung…”

“Hmmm… gitu ya…” Sahutku.

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Untuk mengisi kekosongan, aku lalu membakar sebatang rokok, sambil menanti apa yang akan dilanjutkan oleh Hanum. Lagipula, aku sendiri tidak punya ide sama sekali tentang Hanum dan Gilang.

“Tapi…” Hanum mulai melanjutkan, dan aku hanya fokus menatapnya sambil mendengar apa yang akan dia ucapkan.

“Aku bakal terima dia…” kata Hanum dengan tersenyum.

Tapi tiba-tiba saja jantung menjadi tak karuan, berdetak semakin tak normal. Detakannya Semakin cepat hingga jari telunjuk dan tengahku yang sedang ku apit rokok, menjadi gemetaran. Ku rasakan juga aliran darah dalam tubuhku tidak stabil. Sialan, pertanda apa ini sebenarnya?

Secara perlahan pun, ku sadari kini mataku malah mengalihkan diri dari Hanum. Ada satu perasaan yang muncul dalam hatiku tepat setelah ia memutuskan menerima Gilang. Namun aku terus mencoba tenang, tapi sepertinya aku kalah sebab kini aku sudah benar-benar salah tingkah di hadapan wanita ini.

Baca Juga  Apa Itu Cinta?

“Woy… kenapa sih kamu, Jon, kayak orang dikejar setan. Gimana nih pendapat kamu?” Tanya temanku ini.

“Haah…? Apa? Sorry-sorry, aku gak fokus tadi…”

Ku lihat Hanum hanya geleng-geleng saja.

“Menurut kamu, pantas gak aku terima cintanya Gilang?”

“Mmm… ya… ya kayak yang aku bilang tadi. Kalo kamu juga ada rasa sama dia, terima aja. Apalagi Gilangkan orangnya super keren, anak futsal loh…”

Dalam hati, betapa berat rasanya saat aku mengatakan itu. Tapi mau bagaimana lagi, hanya sebatas itu yang dapat ku lakukan.

Hanum tersenyum, sepertinya ia sudah memutuskan seratus persen untuk menerima perasaan Gilang. Dan dari lirikanku dalam ke arah mata wanita itu, ia memang menyukai Gilang. Ya, itu tak dapat diragukan lagi.

Aku duduk termenung dengan kepulan asap rokok. Kini pikiranku buyar, semangatku pun juga ikut-ikutan down. Entah perasaan apa ini, tapi aku cemburu saat mendengar Hanum akan menerima cinta Gilang. Apalagi jika harus melihat mereka berdua berpacaran, semakin akrab dan dekat. Saling berbagi cerita, tertawa mesra, jalan-jalan ke pantai. Wah, aku sepertinya memang sangat cemburu.

Padahal selama ini aku hanya menganggap Hanum sebagai teman. Tapi, hatiku tak bisa berbohong bahwa aku ingin mengatakan sesuatu padanya,

“Hanum, maaf aku cemburu lihat kamu sama Gilang. Aku ini sebetulnya mencintaimu…”

Kini ku sadari bahwa, mata Hanum itu sungguh sangat indah. Apalagi jika dia tersenyum.

***

-Breaking Reza

Share :

Baca Juga

Sastra

Kita Akan Bertemu Pada Hari Raya Rindu

Kesehatan

Puisi Pilu

Sastra

Apa Itu Cinta?

Sastra

Khitah Ber-HMI

Sastra

Doa Tulus Dibalik Tsunami

Sastra

Bencilah Aku

Sastra

“Rindu Yang Tak Lagi Berbalas”

Sastra

Sunyi Dipenjara Yang Tidak Berjeruji