Home / Sastra

Selasa, 6 Juli 2021 - 12:30 WIB

FOBIA

Foto: Ilustrasi Dari Perasaan Gelisah

Puisi oleh: Breaking Reza

Aku tau kau berada jauh di sana, di negeri seberang sana. Tak ku ketahui apa yang sedang kau kerjakan, tak ku kenali bagaimana sekarang senyumanmu. Tak lagi bisa ku bayangi seperti apa kisah hari-harimu. Aku dan dirimu, sudah terpisah oleh jarak yang tak terdeteksi.

Melihat waktu yang tak pernah berhenti berlalu dari mataku. Ku sadari bentuk kekecewaanmu saat itu, ku rasakan kemarahanmu padaku di masa itu. Hingga kini ku berpikir, apakah aku memang sudah begitu bersalah padanmu?

Waktu bercerita masa lalu, terkadang membawa kenangan lama untuk ku rasakan lukamu. Di tengah rasa cintaku padamu yang tak berbalas, aku telah berbesit pada diri sendiri bahwa apakah aku sudah meninggalkan bekas luka yang hingga kini masih juga belum tertutup?

Sampai saat ini, izinkan aku bertanya beberapa hal padamu…

Lubang yang ku iris dengan pengalaman pahit, apakah masih terasa hingga saat ini?

Cintaku yang hanya ingin berlabuh padamu, apa memang sebegitu memuakkanmu?

Perhatian yang ku berikan, apakah masih mengganggumu?

Obsesi yang ku lakukan, apa masih menimbulkan amarah di sisimu?

Drama yang tidak kita harapkan berdua di waktu itu, apa masih menghantuimu?

Jujur saja, aku masih belum bisa melupakanmu walaupun kau sudah menjauhiku dengan caramu.

Ketahuilah bahwa aku masih dalam zonamu saat aku sudah berulang kali mencoba menutup kisah bersamamu.

Aku ini, masih juga mencuri-curi berita tentangmu saat kau sebenarnya begitu ingin menjauhiku.

Belum bisa aku meletakkan engkau di masa lalu.

Belum bisa aku meninggalkanmu berlalu ditelan waktu.

Belum… sama sekali aku belum bisa melakukan seperti apa yang kau lakukan padaku saat ini.

Lalu, biarkan aku bertanya lagi,

“pantaskah aku bersikap seperti ini ketika kau sudah memilih… memilih untuk mengubur bayanganku ke dasar sana?”

Aku ingin kau menjawabnya.

“Sudikah dirimu jika kau tau bahwa aku masih juga menyimpan namamu di balik kalbu ini?”

Aku ingin kau menanggapinya.

“Relakah engkau jika aku terus menegaskan keegoisian ini dengan tetap berpegang teguh atas rasa cinta terhadapmu?”

Biarkan aku mengetahuinya.

Aku sadar, sudah empat tahun berlalu sejak pertama kali kita saling mengenal. Mendengar apa yang ku ceritakan ini, berulang kali, dengan hal yang sama, dengan harapan yang sama, mungkin membuatmu bosan untuk bersikap.

Baca Juga  Cerita Itu

Alu hanya tak tau caranya… cara untuk menerima apa yang kau berikan padaku.

Sejauh yang ku rasakan adalah, engkaulah wanita yang telah membuatku… membuatku terus memikirkanmu bahkan ketika kau sudah memintaku untuk membakar segala kenangan di masa lalu.

Kau yang seharusnya sudah ku tamatkan dalam kisah harianku, masih saja muncul memberi kehangatan di tengah malam rintikan hujan.

Ketahuilah, aku masih berupaya membuatmu menyadari bahwa cinta yang ingin ku labuhkan di hatimu, itu karna aku tulus.

Coba bayangkan saja, apa kau pernah bertemu lelaki yang sama sepertiku?

Apa kau pernah mengenal lelaki yang mencintaimu seperti yang ku lakukan?

Apa kau pernah melihat seorang lelaki yang begitu terobsesi terhadapmu?

Apa kau pernah menjumpai lelaki yang mencoba menebus kesalahannya sebab ia telah melukaimu?

Pernahkah kau bertemu orang itu?

Mungkin jawabannya pernah, sebab orang itu — laki-laki itu adalah aku.

Ku sadari aku sudah melukaimu dengan cara yang tak pernah kau duga. Dan ku sadari bahwa rasa sakit yang mendarat di hatimu semua karna aku. Dan oleh karna itu pula aku tak pernah berhenti menghukum diriku hanya agar aku bisa merasakan bagaimana kau kecewa terhadapku, bagaimana kau marah padaku, dan bagaimana kau memintaku untuk menjauhimu.

Hingga kini… hingga sekarang ini, aku masih melakukan hal yang sama sejak ku sakiti dirimu itu.

Ada maaf yang ingin sekali ku utarakan padamu, secara langsung, bertatapan mata. Yang kau mendengar penyesalanku, yang aku berlisan tepat di hadapanmu. Namun tak pernah terwujud.

Ada air mata yang ingin ku tangisi di depanmu, agar kau sadari bahwa aku sudah sangat menyesal pernah menyakiti perasaanmu.

Aku… begitu ingin kau menyadari ini, tapi engkau yang terlalu jauh hanya menyisakan harapan tak berkepastian. Aku semakin terjebak dalam rasa bersalah ini.

Cobalah, sesekali kau singgah di tulisanku, ada banyak pesan yang ku dengungkan bersama bait-bait puisi. Aku ingin kau tau apa yang sebenarnya terganjal di hatiku.

Baca Juga  Belum Berjudul

Cobalah sesekali kau melunakkan amukan dendammu itu, dan mulailah membaca sajak per sajaknya yang hampir keseluruhan itu berisi tentang permohonan maafku.

Apalagi yang harus ku lakukan di saat hatiku semakin terasa mati dari dalam?

Apa lagi yang dapat ku tegaskan selain menulis ribuan penyesalanku di sini?

Hingga detik ini ku pahami, ada napas yang masih ku hirup. Ada detak jantung yang masih memompa darah, ada jiwa yang masih bersama raga. Seharusnya aku mulai kembali seperti semula.

Tapi, juga sebenarnya ada rasa bersalah yang tertinggal, ada permohonan maaf yang ingin ku sampaikan, ada bayanganmu yang masih terlihat jelas biasannya.

Aku tak tau di mana dirimu, aku tak tau bagaimana hatimu saat ini. Aku bahkan tak tau apakah kau sudah menemukan lelaki yang mencintaimu sebagaimana kau juga mencintainya.

Jika kau ingin melunakkan sedikit aura kebencianmu itu, maukah kau menyelamatkanku dari dalam jurang ini? Ketahuilah, aku semakin tersesat tak lagi mengenali diri sendiri sejak aku menyakitimu.

Banyak tulisan tentangmu di sini, maukah kau membacanya lalu membiarkan aku untuk membebaskan apa yang ingin ku bebaskan sejak dulu?

Ketahuilah, aku tidak pernah menyesal sudah menyukaimu walaupun kau tidak.

Tak ada sedikitpun penyesalan saat kau memintaku untuk melupakanmu.

Sedikitpun aku tidak menyesali ketika cinta ini tak pernah ada balasan darimu.

Yang ku sesali adalah, aku pernah melukaimu dengan caraku ini.

Akan tetapi, maukah kau membantuku untuk bersinar lagi?

Maukah dirimu singgah dan membaca tulisan-tulisanku ini?

Maafkan aku, tapi itulah yang terjadi saat ini. Akan sampai kapan…?? aku pun tak tau.

Namun selalu ku mencoba di setiap malam, menyisihkan waktuku untuk membaca surat Al-Qur’an kesukaanmu; surat Taha, karena di situlah aku bisa menenangkan diri serta memohon maaf agar sampai dan terdengar olehmu, walau hanya dalam mimpi.

“Maaf aku hadir di kehidupanmu sebagai lelaki yang telah mematahkan hatimu.”

Sebab karna lisanku; sebab karna tulisanku; memudarkan dan menghancurkan senyuman serta sorot matamu yang syahdu itu.

***

19–05–2017

Puisi ini terinspirasi dari sebuah lagu Breaking Benjamin yang berjudul The Diary of Jane.

Share :

Baca Juga

Sastra

“Rindu Yang Tak Lagi Berbalas”

Sastra

Ibu

Sastra

Rentang Waktu

Sastra

Cerita Itu

Sastra

Ada Apa Dengan Mahasiswa

Sastra

Kita Akan Bertemu Pada Hari Raya Rindu

Sastra

Apa Itu Cinta?

Sastra

Sunyi Dipenjara Yang Tidak Berjeruji