Home / Opini

Minggu, 4 Juli 2021 - 15:15 WIB

Belajar Bersyukur Untuk Tetap Menghargai Kehidupan

Foto: Senja di Alue Naga, Banda Aceh

Alhamdulillah, masih diberi napas, masih diberi umur, masih diberi kesempatan untuk terus memperbaiki diri. Bukankah nikmat ini terasa begitu berharga?

Alhamdulillah, masih dapat melihat, masih mampu berbicara, masih bisa bergerak, masih diberi kesehatan. Bukankah nikmat ini terasa begitu berharga?

Alhamdulillah, masih dapat bertemu dengan kerabat, masih dapat melakukan aktivitas, masih mampu untuk berpikir menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Bukankah ini nikmat yang begitu nyata?

Alhamdulillah, masih dalam keadaan terkontrol meskipun terkadang perasaan buruk hampir selalu mempengaruhi hati untuk menimbulkan aura-aura negatif. Tapi hingga saat ini kita masih mampu mengendalikan emosi negatif dengan tetap berjuang dan melawan. Sehingga, walaupun ada sedikit perasaan depresi atau sejenisnya, kita masih mampu menahan lajunya. Bukankah nikmat ini memang sangat berharga?

Lalu kenapa terkadang kita malah berpikir bahwa kita-lah seorang yang hidup dalam beban yang cukup berat. Padahal, jika mata dan hati mampu melihat serta merasakan jauh lebih dalam, ada orang lain yang punya beban hidup lebih berat dari kita.

Tapi tetap saja, kenapa kita seolah terpaku untuk bergerak, melawan ketidakberdayaan, dan tak pernah sedikitpun ingin untuk keluar dari situasi sulit ini?

 

///

 

Penulis percaya bahwa penyakit mental atau perasaan-perasaan negatif yang muncul di dalam hati, memang berperan aktif untuk menghancurkan kehidupan setiap manusia. Depresi, putus asa, gelisah, trauma, dan lainnya tak dapat dipungkiri merupakan salah satu musuh terbesar dalam diri seseorang. Perasaan-perasaan tersebut seakan menjadi momok yang menakutkan, mimpi buruk yang sangat ditakuti, musuh yang memang harus dilawan.

Tidak mudah untuk terus hidup di bawah tekanan batin. Semakin kita menjalani hari-hari dalam keadaan tidak baik-baik saja, semakin terasa hancur jiwa kita, bahkan juga berdampak buruk bagi raga. Hal ini terjadi sebab kita sudah terpengaruh oleh perasaan-perasaan negatif itu. Ketika perasaan buruk telah bermain peran aktif di dalam batin, perasaan itu akan terus melahirkan rasa-rasa sakit hingga membuat kita tak mampu lagi bertahan, menyerah, lalu mengakhiri hidup.

Penulis juga paham, mereka yang sedang atau telah terjebak dalam “ilusi rasa-rasa batin palsu”, akan sulit untuk menjalani hidup ini secara normal. Meskipun tak bisa dipungkiri juga bahwa semua manusia hidup bersama beban. Namun bagi mereka yang telah diambil alih hatinya oleh aura-aura jahat, akan merasa seakan dunia ini kejam, tak ada orang-orang yang peduli pada mereka, bahkan sampai berpikir Tuhan terlalu jahat karena telah memberi mereka cobaan hidup yang berat.

Jika dicoba telusuri lebih jauh, sebenarnya tidak sedikit orang yang hidup dengan membawa penyakit mental ini. Dan sebagian dari mereka memilih untuk melawannya, berjuang agar tidak terpengaruh oleh perasaan jahat, berjuang karena mereka ingin mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Akan tetapi, tidak sedikit pula yang malah terjebak ke dalam sebuah ilusi kegelapan sebab mereka tak mampu menahan gejolak perasaan-perasaan buruk yang timbul dari seluk hati mereka. Dengan demikian, mereka akan merasakan tekanan batin yang sangat luar biasa yang membuat mereka berpikir hidup ini begitu kejam dan tidak adil, atau pikiran-pikiran buruk lainnya.

•Al-Fatihah sebagai kode

Menarik untuk melihat bagaimana surah Al-Fatihah dilabeli sebagai induknya surah-surah di dalam Al-Qur’an. Dari letaknya saja sudah berada di awal halaman, merupakan sebuah penekanan bahwa surah ini memiliki peranan penting. Belum lagi surah ini ditetapkan sebagai bacaan wajib di setiap shalat, baik shalat yang wajib maupun yang sunnah. Sebab itu pula, di setiap raka’at dalam shalat, Al-Fatihah terus dibaca berulang kali.

Sebenarnya, ini adalah kode. Kode bahwasanya, Al-Fatihah merupakan salah satu surah terpenting yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah. Kode, agar kita memahami bahwa surah ini terdapat makna-makna terselubung agar setiap manusia dapat hidup sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat pada ayat kedua surah tersebut yang bunyi terjemahannya adalah, “Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang”.

Untuk memahami makna di dalam Al-Quran, dibutuhkan ilmu khusus sebab bahasa di dalamnya memiliki tingkat kesastraan yang sangat tinggi, tidak boleh asal-asalan mengambil kesimpulan. Tapi, jika kita melihat dari sisi umumnya, semua orang pasti bisa mengerti makna “Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

Kita adalah manusia, makhluk ciptaan-Nya. Juga, manusia yang telah diemban sebuah tugas untuk hidup di dunia. Akan tetapi, manusia merupakan makhluk terbatas, tidak semua isi di dunia ini dapat kita cari dan kita dapatkan. Oleh sebab itu, Allah memberi kita ilmu, kekuatan, pikiran, serta perasaan dan lainnya, semua sebagai bekal untuk kita menjalani kehidupan. Secara umum, bagi penulis makna Sang Maha Pengasih adalah yang sudah penulis sebutkan tadi. Dan itu baru hal kecilnya, belum lagi kita lihat yang lain atau hal-hal yang tak sanggup kita jangkau terkait apa-apa yang diberikan oleh Allah kepada makhluk-Nya. Inilah yang disebut dengan nikmat pemberian dari Sang Pencipta.

Yang kedua yaitu Yang Maha Penyanyang. Seperti yang telah penulis sebut, manusia merupakan makhluk terbatas tak mampu melakukan segalanya. Oleh sebab itu, Allah memaklumi kita akan hal tersebut. Selain itu, manusia adalah makhluk yang sering lupa dan khilaf. Pernah membuat kesalahan, yang disengaja ataupun tidak. Tapi, dengan kasih sayang Allah, kita masih saja diberi ampunan untuk bertaubat. Kasih sayang-Nya adalah nikmat yang tak terhitung.

Oleh sebab itu kita memuji Allah, kita diajarkan untuk bersyukur seraya memuji karena Allah selalu ada dengan pemberian dan kasih sayang-Nya. Bersyukur adalah bentuk terima kasih. Bersyukur berarti kita menghargai, bersyukur menandakan bahwa kita adalah manusia yang butuh Allah. Bayangkan jika kita berhenti bersyukur, lalu Allah juga menghentikan pemberian dan kasih sayang-Nya. Jangan lupa, kita bernapas hingga saat ini itu karena pemberian dan kasih sayang Allah. Lantas sanggupkah kita bayangkan jika sewaktu-waktu Allah hentikan laju oksigen yang dapat menghambat kita untuk bernapas? Walau hanya dalam hitungan beberapa waktu saja oleh sebab kita menolak untuk bersyukur kepada-Nya?

•Dunia bagaikan pertunjukan drama

Bagi penulis, surah Al-Fatihah merupakan kode Allah bahwasanya kita sebagai manusia akan terus diperhatikan oleh-Nya. Hal itu dibuktikan dengan nikmat Allah yang tiada henti terus mengalir kepada kita sebagai bekal menjalani kehidupan sebagaimana mestinya. Perlu diketahui pula bahwa nikmat Allah itu sangatlah besar, bahkan kita tak akan pernah mampu untuk menghitungnya, sebab Allah memberi nikmat-Nya dari yang dapat kita lihat dan rasakan hingga yang sama sekali tak dapat kita jangkau. Maka jangan sekali-kali berpikir bahwa nikmat Allah itu hanya secuil saja. Kita sudah salah besar.

Baca Juga  Dua Arah

Dari Al-Fatihah kita kembali kepada mereka yang terjebak dalam ilusi perasaan jahat hingga menimbulkan beberapa penyakit mental. Perasaan buruk itu banyak, salah satunya adalah merasa tak ada satu pun orang yang peduli pada mereka yang sedang dilanda masalah besar. Mengapa hal tersebut timbul? Sebab dalam pikiran dan hati mereka, rasa sakit yang terasa di dalam batin terlalu menusuk hati, sehingga tertutuplah sebagian pandangan realita yang terjadi di luar sana. Mereka menganggap diri sebagai orang yang paling berat menghadapi hidup, mereka menganggap diri sebagai orang yang punya tekanan hidup yang begitu besar. Semua ini terjadi karena mereka terlalu terpaku pada perasaan buruk itu.

Ketika perasaan buruk sudah terlanjur mengambil alih pikiran dan perasaan, seseorang akan terjebak dalam ilusi yang tak terhingga. Ia membenarkan diri bahwa hanya dia seoranglah yang paling menderita, menganggap bahwa hidup ini tak adil, sakit hati karena merasa tak ada orang yang peduli untuk menyelamatkannya, bahkan sampai tak menghargai hidupnya dengan mencoba bunuh diri. Aura negatif inilah yang menimbulkan luka-luka hati sehingga muncul yang namanya putus asa, depresi, gelisah dan lainnya.

Meskipun demikian, sebagai kerabat, sudah menjadi tugas bagi kita untuk membantu mereka yang berada di jurang kehancuran. Kepedulian walaupun terhitung sedikit, tapi akan menjadi hal berarti bagi mereka yang sedang berjuang melawan perasaan-perasaan negatif. Mereka butuh yang namanya dukungan, mereka butuh dorongan serta motivasi untuk tetap berada di jalur semangat. Dengan memberikan bantuan, Insya Allah mereka akan tetap terjaga dari jebakan ilusi perasaan negatif.

Tentu saja hal ini tidak mudah dilakukan. Namun setidaknya kita tidak mengabaikan mereka, mengatakan mereka itu lemah dan terlalu banyak mengeluh, atau menyalahkan mereka. Sebab, jika itu yang kita berikan, mereka hanya akan semakin tertekan. Lagi pula setiap orang berbeda-beda dalam menyimpulkan sesuatu, termasuk dengan cara kita membantu mereka.

Di sisi lain, penulis percaya bahwa tak akan ada satu orang pun yang dapat mengubah diri ini selain kita sendiri yang melakukannya. Memang benar, banyak orang yang awalnya putus asa lalu kembali semangat setelah ada kerabat yang mendukungnya atau memberinya motivasi. Tapi bagi penulis, alasan seseorang dapat keluar dari rasa putus asa adalah karena tekad yang kuat. Orang lain boleh saja memberi berbagai macam wejangan semangat, tapi apabila diri kita tidak mengambil semangat itu, maka kita tak akan pernah mendapatkannya. Oleh sebab karena kita telah memutuskan untuk mengambil dorongan dari kerabat, kita dapat terbebas dari belenggu negatif.

Inilah bagian terpentingnya. Semua kembali kepada diri masing-masing. Ingin keluar dari tekanan hidup? Maka bergeraklah mencari pintu keluarnya. Butuh bantuan orang lain untuk menuntunmu menemui jalan keluar? Ambillah saran-saran yang baik dari mereka, lalu bergeraklah sesuai arahan, jika memang hati berkata itu baik untukmu.

Namun, bantuan terbaik tetaplah dari Allah. Dan semua jalan keluar dari setiap permasalahan hidup ada di dalam Al-Qur’an, pedoman bagi seluruh manusia. Gelisah, depresi, putus asa, takut, dan lain sebagainya, semua itu sudah diberikan solusinya oleh Allah. Tinggal kita memilih, mau melakukannya atau tidak.

Lantas, apa yang masih membuat kita ragu untuk menerapkannya di kehidupan? Apa yang membuat kita masih bertanya-tanya di mana solusi permasalahan hidup ini? Kenapa masih juga merasa tak ada seorang pun yang peduli terhadap kita padahal Allah tak pernah berhenti memberikan nikmat serta kasih sayang-Nya? Apa Allah memberi itu semua tanpa ada kepedulian terhadap makhluk-Nya? Hingga detik ini kita masih hidup, bukankah sampai saat ini nikmat Allah terus berada di sisi kita? Lantas, kenapa masih saja mengira kita orang yang paling tersiksa? Kenapa masih berpikir hidup ini terlalu sulit, tak adil, kejam dan sebagainya?

Buka mata hati, jangan biarkan ilusi negatif menyerang jiwa dengan perannya itu. Rasakan sesuatu yang sebelumnya belum pernah kamu sadari, bahwa kepedulian yang kamu harapkan sebenarnya ada tepat di hadapanmu. Lihatlah, di sekelilingmu juga ada orang yang hidup dalam tekanan, menandakan bahwa bukan dirimu seorang saja yang punya tekanan batin.

Selama ini kamu terlalu banyak mengeluh sampai-sampai lupa bersyukur kepada Allah. Selama ini kamu terlalu membenarkan diri bahwa kamulah seorang yang punya tekanan hidup besar sampai-sampai kamu tak mendengar tangisan orang lain. Selama ini kamu hanya ingin dimengerti tentang rasa sakitmu hingga kamu sama sekali tak peka terhadap rasa sakit orang lain.

Sebagai sesama makhluk Allah, saya minta maaf, kamu itu terlalu egois untuk hanya sekedar berharap dan bergantung pada orang lain. Kamu terlalu egois agar orang-orang tahu bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja. Kamu terlalu egois agar orang-orang merasakan penderitaanmu. Kamu terlalu egois agar dirimu dimengerti oleh orang lain.

Padahal, dunia ini bukan hanya milikmu seorang. Dunia ini dipenuhi oleh cobaan. Dunia ini tempatnya orang menangis. Dunia ini tempatnya orang menderita. Dunia ini adalah tempat kita semua lelah dalam berusaha.

Tapi, dunia ini juga tempatnya kita saling berbagi dan mengerti. Dunia ini tempat kita tersenyum dan tertawa. Dunia ini tempat kita bertemu bersama keluarga dan kerabat. Dunia ini adalah tempat kita untuk berusaha dan belajar.

Jangan terlalu banyak berharap pada orang lain sebab kita maupun mereka pasti juga punya masalah hidup masing-masing. Dan lagi, jangan terlalu banyak mengeluh sampai kita lupa untuk mencari solusi permasalahan. Jangan buat masalah semakin membesar karena kita akan punya masalah lain di suatu hari. Ketika kamu punya masalah dan menganggapnya besar, di situlah kamu sudah menjebak diri dalam ilusi negatif. Bukankah rasanya semakin sakit saat kamu berpikir ini itu tanpa sedikitpun mencari solusinya… bahkan enggan meminta jalan keluarnya pada Allah sekalipun?

•Keraslah pada diri sendiri

Di saat ada orang-orang yang mengatakan kamu ini terlalu lemah, terlalu cengeng, terlalu cepat menyerah hanya karna suatu masalah hidup, sebenarnya mereka tidak salah berujar demikian. Kesannya memang terlalu keras, tapi kenyataan yang ada pada dirimu itu, seakan membenarkan diri terhadap cibiran orang-orang tersebut.

Ada kalanya kamu memang butuh bantuan orang lain perihal tekanan batin yang kamu alami. Tapi ketahuilah, ada waktu-waktu di mana kerabatmu tak ada di dekat lingkaran. Maka sudah semestinya, kamu harus melakukannya seorang diri. Bukan karena mereka tak peduli, tapi karena hidup mereka juga dipenuhi masalah. Mereka hanya orang biasa yang juga mencari jalan keluar dari permasalahan hidup, sama seperti dirimu itu.

Baca Juga  Genosida di Gaza dan Tipuan Media

Jika nanti pada akhirnya kamu harus berusaha sendiri, maka bergeraklah untuk mencari pintu keluar. Jangan hanya berdiam diri sambil mengoceh ini itu seakan-akan kamulah satu-satunya yang terluka.

Sekali lagi, bukalah mata hati. Lihat, rasakan dan pahami bahwa dunia ini memang tempatnya kita diuji. Dunia ini tempatnya kita merasakan luka. Lebih tepatnya, dunia ini adalah tempat kita untuk belajar menjadi sosok yang lebih kuat setahap demi setahap.

Tamparlah dirimu sesekali, agar kamu sadar. Terkadang, berlagak keras pada diri sendiri itu perlu untuk menyadarkanmu di saat kamu sudah berada di titik kelelahan atau keputusasaan. Cacilah kamu itu apabila sudah ada tanda-tanda ingin menyerah. Maki saja dirimu yang masih saja mengeluh menganggap diri yang paling tersiksa.

Tapi yang terpenting adalah, kamu jangan pernah sekalipun menyerah dalam menghadapi kehidupan ini. Jangan pernah berniat untuk mengakhiri hidupmu. Jangan pernah. Kamu boleh mengeluh ini itu, menangis, berteriak, menjerit sejadi-jadinya. Asalkan, kamu tetap tidak menyerah, maka keluhan, tangisan, jeritan dan semuanya tidak akan pernah menyeretmu ke dalam ilusi negatif.

Tapi ketahuilah, satu-satunya tangisan, satu-satunya pelampiasanmu adalah dengan berdoa. Tumpahkan saja air mata itu, menangislah sampai terisak. Di saat kamu berdoa dengan menyebut nama Allah, kamu sudah berserah diri kepadanya bahwa kamu itu lemah dan berharap adanya kekuatan dari Allah. Mintalah pada Allah. Berdoalah. Sebab dengan demikian kamu sudah mengingat Allah tanpa kenal waktu. Ketika kamu mengingat Allah, kamu telah menghadirkan Allah dalam kehidupanmu. Bukankah Allah meminta kita untuk terus mengingat-Nya? Dengan demikian Ia akan senantiasa mengingat kita. Apapun permasalahannya, jangan pernah remehkan doa, apalagi kita yang memohon dalam tangisan terisak.

•Kesimpulan

Hadirkan semangat hidup. Ciptakan keyakinan. Lukislah keindahan meskipun harus dengan rasa sakit dan air mata. Semua akan berawal dari diri sendiri, bukan orang lain. Semua akan ditentukan oleh diri sendiri bukan orang lain. Hanya kamulah yang dapat menyelamatkan diri dari tekanan hidup. Hanya kamu yang dapat merubah ilusi negatif menjadi realita positif.

Penulis percaya, perasaan negatif yang timbul dari hati seseorang tidak bisa dianggap sebelah mata. Setiap orang pernah mengalaminya, setiap orang akan terus mengalami itu. Kita sebagai manusia, menjadi tugas tersendiri untuk saling membantu termasuk membantu orang-orang yang sedang dilanda masalah hidup.

Terutama adalah keluarga. Keluarga merupakan pondasi awal bagi setiap individu. Kepedulian, dorongan, motivasi, semangat yang tersalurkan dalam ruang lingkup keluarga terhadap seseorang, akan menjadi benteng yang tangguh untuk melawan perasaan negatif atau penyakit mental. Peka terhadap sesama, saling mengerti, dan yang pasti dapat memberikan keyakinan bahwa kita tak akan pernah sendirian. Ini merupakan hal terpenting.

Dari sisi luasnya, baik teman maupun siapa saja, sudah menjadi tugas bagi setiap individu untuk saling merangkul, sebisanya. Kita tak pernah disuruh untuk membantu dalam keterpaksaan jika memang tak sanggup. Kita hanya diminta untuk membantu sebisa mungkin, sebatas kemampuan.

Tapi yang terpenting lagi adalah diri sendiri. Kamulah yang berperan, kamulah yang menjalani kehidupan, kamulah yang merasakan beban, kamu juga yang akan merasakan kebahagiaan. Jangan putus asa. Di saat kamu merasa tak ada seorang pun yang mengerti akan beban hidupmu, ada Allah yang tak pernah berhenti memberimu nikmat dan kasih sayang-Nya.

Ketika kamu mampu berpikir positif, mampu menghadapi perasaan negatif, tidak mudah menyerah, tidak menganggap orang lain tak peduli terhadapmu, tidak mencibir dunia ini kejam, tidak juga merasa bahwa dunia ini tak adil, kamu sebenarnya sudah bersyukur pada Allah.

Ketika kamu terus percaya bahwa beban hidup pun ada manfaat bagi dirimu sendiri, kamu sebenarnya sudah bersyukur. Dan ketika kamu tidak ingin menyerah, tidak ingin bunuh diri, tidak ingin berhenti untuk terus mencoba, kamu sebenarnya telah benar-benar bersyukur.

Percayalah semua akan baik-baik saja. Belum kamu temukan jalan keluarnya sekarang, maka Insya Allah suatu saat pasti akan terlihat. Jika pun tak pernah kamu temukan jalan keluar dari beban hidupmu itu, serahkan saja kepada Allah.

Ingat, kamu adalah manusia yang punya keterbatasan. Tidak. Kita ini adalah manusia yang punya keterbatasan. Di saat ada hal-hal yang tak dapat diselesaikan, tak dapat jawabannya, tak ada celah sedikitpun untuk keluar daripada masalah-masalah kehidupan, maka, berdoalah dan serahkan semua pada Allah.

Allah tak pernah menahan satupun nikmat pada kita. Itulah gambaran umum dari ayat kedua surah Al-Fatihah, “Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.

Hiduplah, sebab Allah telah mempercayakan umur ini pada kita. Jika pun mati, itu karena Allah sudah berkata bahwa waktunya telah tiba. Lantas, apakah orang-orang yang mati bunuh diri juga karena waktu mereka telah tiba? Waktunya mungkin telah tiba, tapi prosesnya adalah yang tidak diterima oleh Allah. Sebab bunuh diri berarti kita ragu terhadap nikmat dan kasih sayang-Nya. Ketika kita ragu akan hal tersebut, maka sebenarnya kita juga telah ragu akan keberadaan Allah, Tuhan yang telah menciptakan kita dan alam semesta.

Maka, sebelum penyesalan itu benar-benar tiba, inilah waktunya bagi kita untuk menghindar dari segala bentuk rasa penyesalan. Bantulah kerabat kita yang butuh dorongan hidup, jika tak ingin melihat mereka tersiksa atau bunuh diri. Dan bantulah diri kamu sendiri untuk tetap bertahan hidup, jika tak ingin menyesal di suatu waktu.

Lalu, apa kamu sudah siap menghadapi kenyataan?

Apa kamu dapat menerima kenyataan?

Jika memang jawabannya iya, mari bersama-sama kita lalui hari-hari yang terasa berat ini. Mulai dari detik ini, kamu tak sendirian, sebab saya sebagai penulis juga berjuang di garis yang sama sepertimu.

Sampai tahap ini, sebenarnya kamu itu tidak sendirian, kan?

 

///

 

Tulisan ini merupakan refleksi diri untuk penulis dan bentuk dukungan bagi mereka yang saat ini sedang berjuang mengahadapi tekanan hidup, atau mereka yang mengalami penyakit mental. Semoga ada manfaatnya.

 

Tulisan ini juga telah diterbitkan di kompasiana.com dengan judul yang sama

Penulis: Breaking Reza

Share :

Baca Juga

Opini

Genosida di Gaza dan Tipuan Media

Opini

Tangis Haru Keluarga Pasien

Opini

M. Saleh Adalah Pilihan Cerdas Bagi Tim Kerja Gubernur Aceh

Opini

Gas Track, Proker Panas di BEM USK 2022

Opini

Sakit Hati Menjadikan Kita Berarti

Opini

Cinta itu Serakah

Opini

JIMI: Pj Gubernur Aceh Blunder Jika Bentuk Tim Kerja

Opini

Seni Bertanya