Foto: Ikram Ramadhan (baju hitam)/Ist.
GUBRIS.COM – Aceh sebuah negeri di pantai utara Sumatera yang begitu kaya, hasil alamnya yang sangat melimpah dan juga sejarahnya begitu megah. Rakyat Aceh pun sangat mencintai sejarahnya dan menjadikan sejarah sebagai simbol kebanggaan.
Sejarah adalah pembangkit semangat bagi rakyat Aceh, tatkala suatu ketika penduduk di negeri Aceh dijajah Belanda, rakyat Aceh bangkit melawan Belanda dengan tidak kenal rasa lelah dan tak akan pernah menyerah meskipun sudah kalah. hal ini disebabkan oleh faktor kecintaan yang begitu mendalam dengan sejarah dan agamanya.
Semangat pada masa Iskandar muda-pun digelorakan untuk menghantam Belanda, rakyat Aceh boleh kalah dalam segi persenjataan akan tetapi dalam segi semangat rakyat Aceh tidak pernah tergoyahkan. Pengaruh sejarah seolah-olah menjadi darah daging dalam tubuh orang-orang Aceh.
Pernah suatu ketika negeri Aceh dilanda konflik antara daerah dan pusat. Banyak sekali rakyat di Aceh bangkit menentang pemerintahan pusat. hal ini juga di pelopori oleh propaganda sejarah yang dibawakan kelompok yang di anggap separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). GAM sebenarnya kalah jauh dalam segi jumlah dan segi persenjataan, namun mereka disemangatkan oleh yang namanya sejarah kejayaan di era Sultan Iskandar Muda, GAM menjadikan sejarah sebagai salah satu pondasi dasar perjuangan mareka.
Tetapi pada kenyataannya kebanggaan terhadap sejarah di Aceh hanyalah bagaikan suatu mimpi yang indah belaka dan tak pernah terwujud, alih-alih menjadikan Aceh sebagai pusat peradaban bagi Asia tenggara sebagaimana seperti di era kejayaannya, namun faktanya Aceh malah mendapatkan predikat provinsi termiskin di Sumatera, alih-alih ingin mengembalikan Aceh sebagai pusat pendidikan seperti abad ke 17 Masehi, namun yang terjadi di lapangan pendidikan Aceh seolah hanya bertahan dipredikat bawah secara nasional.
Apa yang bisa di banggakan dengan Aceh saat ini ?, Mungkin Generasi di Aceh sekarang sibuk membanggakan diri dengan selogan “Bangsa Aceh Bangsa Teuleubeh di Ateuh Rhueng Donya” (Bangsa Aceh adalah bangsa yang hebat di atas permukaan bumi), tanpa mareka sadari bahwa bangsa Aceh yang sekarang bukanlah segemilang dulu, tanpa mareka sadari Aceh telah kehilangan pondasi ditambah lagi dengan para generasi yang hanya puas dengan apa yang sudah di lakukan oleh pendahulunya dan yang lebih aneh mareka menelantarkan apa yang sudah di wariskan oleh pendapendahuluya
Sungguh sangat miris banyak generasi Aceh yang buta akan sejarahnya namun disisi yang lain mareka sangat mencintai sejarahnya, terdengar sangatlah eksentrik tetapi begitulah penduduk negeri Aceh, dan itulah kenyataan bangsa Aceh bangsa teuleubeh di Ateuh Rhueng donya. katakanlah penduduk di Aceh sangat menghormati hadih Maja yang merupakan salah satu pedoman hidup masyarakat Aceh, akan tetapi jika kita tilik hampir semua hadih Maja tersebut tercipta sebelum era kemerdekaan dan sangat sedikit lahir di setelah kemerdekaan, hadih Maja yang sebenarnya mengandung unsur filosofis yang tinggi malah tidak di lestarikan dan dibiarkan tenggelam dalam nestapa sejarah, orang di Aceh hanya sibuk mengangkuhkan dirinya dengan selogan bangsa Aceh bangsa teuleubeh di Ateuh Rhueng donya
Belajar sejarah harusnya bukan ingin mengulang masa lampau atau terlalu membanggakan masa lalu akan tetapi belajar sejarah adalah untuk merubah masa depan, berhentilah berhujah bangsa Aceh bangsa teuleubeh di Ateuh Rhueng donya.
Pertanyaan yang tepat bagi orang Aceh apa yang lebih dari Aceh selain sejarahnya ? Apa yang kita banggakan dengan Aceh saat ini ?. Kita sibuk membanggakan sejarah seolah hanya orang Acehlah yang punya sejarah sedangkan bangsa yang lain adalah pelengkap di muka bumi, alah hy apa Aceh.
Penulis: Ikram Ramadhan, Sejarawan Millennial Aceh.
Editor: Redaksi gubris.com